Bisnis Cukur Rambut Pinggir Jalan

Saya memutuskan untuk tetap ke tempat cukur rambut yang ada di depan terminal Rawamangun sebelum melanjutkan pulang ke kos dengan angkot walaupun jam tangan saya sudah menunjukkan jam 10 malam. Di deretan tempat cukur rambut itu hanya toko buah dan warung makanan saja yang masih buka dan didepannya berbaris taksi dan angkot yang parkir.

Di dalam tempat cukur rambut tersebut, saya adalah satu-satunya pelanggan yang mengantri karena sebelum saya sudah ada seorang pelanggan lain yang sedang dicukur. Tidak lama, seorang tukang cukur lain datang dan dengan ramah untuk mempersilahkan saya untuk duduk di tempat cukur yang kosong. Memang ada tiga kursi cukur yang disediakan di tempat cukur rambut sederhana tersebut dengan kaca besar di depannya dan kaca yang lebih kecil di bagian belakang. Penempatan kaca di bagian belakang diatur sedemikian rupa sehingga pelanggan secara langsung dapat melihat bagian belakang dengan hanya melihat pantulannya di cermin utama di bagian depannya.

Selain itu, tentu saja perlengkapan gunting, pisau cukur elektrik, sisir dan lainnya terpampang tidak begitu rapi di meja bagian depan mungkin karena memang belum sempat dirapikan.

Pola Bisnis Cukur Rambut

Setelah membuka percakapan ringan, saya mulai ingin tahu tentang seluk-beluk bisnis cukur rambut tersebut. Seperti biasa tempat cukur rambut yang pernah saya kunjungi, rata-rata tukang cukur rambut di Jakarta adalah orang berdialek sunda, mulai garut, tasikmalaya dan kali ini adalah orang bogor. Tebakan awal saya, para tukang cukur rambut ini memang berkongsi untuk menjalankan usaha bersama-sama dari pengadaan tempat, alat dan menjalankan prosesnya, tetapi kali ini saya keliru. Untuk tempat cukur rambut itu, ternyata dimiliki seseorang yang memang menjadi penyedia tempat dan peralatannya. Para tukang cukur rambut itu menggunakan fasilitas si pemilik tersebut dan mereka sepakat menggunakan sistem bagi hasil. Si pemilik mendapat bagian 50% dan besaran yang sama juga diserahkan ke tukang cukur rambut.

Rata-rata pendapatan tukang cukur rambut adalah 75 ribu hingga 100 ribu per hari untuk hari-hari yang dikategorikan “sepi” seperti selasa hingga kamis. Sedangkan, untuk hari “ramai” seperti sabtu, minggu dan senin, pendapatan yang didapat perhari bisa hingga 2 hingga 3 kali lipatnya, dengan ongkos sekali cukur 9 ribu per orang dewasa. Dengan meniru perkataan si pemilik tempat cukur rambut, tukang cukur rambut yang sedang merapikan rambut saya itu berkata: “pokoknya kalo kita rajin aja, kita pasti pegang duit setiap hari” sembari sumringah.

Dengan rata-rata pendapatan 100 ribu per hari dengan total hari kerja 30 hari maka setiap bulan para tukang cukur rambut itu masing-masing mendapatkan minimal 3 juta per bulan, sedangkan si pemilik tempat cukur rambut bisa mengakumulasi sekitar 9 hingga 10 juta per bulan. Kalau mau membuat hitung-hitungan kasar dengan mengambil modal penyediaan inventaris 10 juta dan sewa tempat 10 juta juga per tahunnya, maka investasi si pemilik tempat cukur rambut itu bisa kembali dalam waktu 2 hingga 3 bulan saja. Angka inventaris itu sendiri adalah angka moderat karena menurut si tukang cukur rambut, untuk perlengkapan sebesar tempat cukur rambut tempat dia bekerja ini menghabiskan 5 hingga 7 juta dan sewa tempat berukuran 2,5 x 5 meter itu tidak sampai 10 juta pertahun, ditambah listrik dan “pungutan” lainnya.

Tentu saja tempat tetap menjadi hal utama untuk bisnis ini, setidaknya tempat yang dilewati banyak orang adalah lokasi yang ideal seperti di depan terminal Rawamangun ini, kata si tukang cukur rambut itu. “Saya pernah di pasar minggu dan pondok gede ikut yang punya tempat ini juga. Tapi, di sini yang paling ramai karena dilewati banyak orang.”

Percakapan saya dengan si tukang cukur rambut berakhir dengan ditandai si tukang cukur rambut mulai membuka penutup badan yang ada di badan saya sambil mengibaskannya dari potongan rambut. Jam sudah menunjukkan pukul 22.30 dan sudah waktunya melanjutkan perjalanan ke kos tanpa harus khawatir kehabisan angkot yang akan mengantarkan saya.

By Charly Buchari

Praktisi asuransi kerugian (non life) syariah yang sedang menekuni ekonomi syariah, internet marketing, manajemen keuangan keluarga dan aset produktif seperti emas, properti, wirausaha dan bisnis.

1 comment

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.