Dulu menabung bertujuan untuk menyiapkan sejumlah dana yang akan memperingan kita untuk memenuhi kebutuhan yang membutuhkan dana cukup besar seperti kegiatan menikah, haji, umroh, biaya pendidikan, membeli rumah, kendaraan, dan lain sebagainya. Karena dengan menabung saja hasilnya kurang nendang, maka munculah istilah berinvestasi.Berinvestasi adalah bentuk kegiatan menempatkan sejumlah dana untuk kegiatan produktif dan akhir dari kegiatan produktif itu akan memberikan nilai tambah, sehingga ada keuntungan tambahan. Alhasil, dana kita akan lebih “cepat” berkembang dari hanya sekedar menabung.
Ternyata tantangan selanjutnya adalah kecepatan naiknya kebutuhan dana masa depan untuk beragam kegiatan masa depan, jauh lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan keuntungan hasil berinvestasi.
Daya beli uang yang kita kumpulkan saat ini semakin tergerus, hal ini disebabkan oleh “perampok” yang sudah kita kenal sebelumnya yang disebut INFLASI.
Untuk mengatasi inflasi ini, tentu kita perlu “senjata” yang disebut sebagai instrumen investasi yang harus mampu mengalahkan besaran inflasi tersebut. Misalnya, rata-rata inflasi Indonesia adalah 8% per tahun, maka kita perlu berinvestasi dengan imbal hasil setiap tahun di atas 8%.
Sederhana, bukan? Jawabannya, tidak sesederhana itu π ternyata rata-rata dengan berinvestasi pada lembaga keuangan yang ada di sekitar kita memiliki sifat bahwa semakin tinggi hasil return-nya semakin tinggi pula resiko berkurangnya dana pokok kita, contohnya: resiko memiliki tabungan lebih kecil dari pada resiko memiliki deposito dan reksadana, namun hasil investasi yang didapat dari tabungan juga lebih kecil dari deposito dan reksadana, juga berlaku kebalikannya.
Nasihat dari beberapa financial plannerΒ dan beberapa ahli investasi keuangan menyatakan untuk mengurangi volatilitas dan resiko kehilangan dana karena resiko investasi, maka dianjurkan untuk berinvestasi dalam jangka panjang dan jangan menempatkan dana hanya dalam satu jenis instrumen investasi saja.
Lebih dalam lagi, ternyata ada beberapa persyaratan–baik itu besaran dana, administrasi, kecakapan kita memahami resiko instrumen investasi–membuat kita menjadi lebih “repot” dan kadang tidak sesuai dengan harapan kita sebagai orang yang berinvestasi. Jadi, diperlukan instrumen investasi yang sederhana dan mampu mengatasi permasalahan inflasi dan kesederhanaan dalam memahaminya. Itulah tantangannya! π
Namun, ternyata ada bentuk instrumentasi investasi yang memenuhi kriteria setidaknya untuk kriteria dapat mengalahkan inflasi dan cukup sederhana untuk dipahami dan dijalankan. Dan, instrumen investasi itu adalah EMAS!!! Jadi, selamat berinvestasi (emas) ya π